Muqaddimah
Munculnya banyak kelompok dan gerakan Islam sering dianggap menjadi persoalan dalam upaya membangun ukhuwah Islamiyah. Padahal persoalan ini harusnya dianggap secara wajar karena syara’ membolehkan di tengah kaum muslimin lebih dari satu kelompok / gerakan selama kelompok tersebut berasaskan Islam dan berjuang untuk tegaknya Syariat Islam.
Allah SWT berfirman:
“Dan hendaklah ada sekelompok umat diantara kalian yang mendakwahkan kebaikan (Islam), beramar ma’ruf dan melakukan nahi munkar; dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Ali-Imrân [3]: 104).
Sebaliknya Islam mengharamkan dengan kelompok atau individu muslim yang ada saling berpecah belah dan bermusuhan. Kelompok yang banyak memang tidak harus disatukan, tetapi dalam rangka memenuhi seruan Allah SWT mereka harus memiliki visi dan misi yang sama, yakni mewujudkan kehidupan Islam dengan tegaknya Syariat Islam.
Membangun ukhuwah Islamiyah merupakan bagian dari pelaksanaan Syariat Islam, karena itu bagimana membangun ukhuwah tersebut, juga harus mengikuti metode Islam.
Di samping itu ukhuwah Islamiyah merupakan kebutuhan riil umat dalam rangka menyelesaikan persoalan umat yang berat. Semakin berat persoalan maka tenaga yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan itu semakin besar. Terwujudnya ukhuwah di atas aqidah dan Syariat Islam merupakan kekuatan yang akan mampu menyelesaikan persoalan umat.
Ide ukhuwah (penyatuan, unifikasi) saat ini juga merupakan salah satu kecenderungan global. Jerman Barat dan Timur sudah menyatu, Eropa juga menyatu dengan mata uang Euro. Jadi ide ukhuwah Islam jauh lebih kuat baik dilihat dari sisi konsep bahwa Syariat Islam mewajibkan umat Islam mewujudkannya maupun realitas bahwa umat Islam pernah bersatu dalam kurun waktu yang lama (sekitar 13 abad) serta kebutuhan akan persatuan umat untuk dapat menaungi jumlah umat Islam yang saat ini telah mencapai 1,5 milyar. Sebagai sebuah bentuk unifikasi riil tentu tidak sebatas ukhuwah antar individu dan kelompok tetapi Islam telah mmberikan konsep kesatuan ini dalam bentuk institusi yakni Daulah Khilafah Islamiyah.
Membangun Ukhuwah Di Atas Ikatan Yang Kokoh
Secara alamiah manusia juga akan hidup berkelompok-kelompok sesuai persamaan dan kesamaan yang mereka miliki. Namun Islam telah menuntut umat ini agar menjadikan aqidah dan Syariat Islam sebagai pengikat antar manusia. Islam tidak membiarkan ikatan-ikatan yang lemah dan salah mendominasi manusia.
Ukhuwah yang lemah dan berbahaya adalah ukhuwah yang tegak di atas landasan yang bertentangan dengan Islam, misalnya : keturunan, suku, kebangsaan (nasionalisme), patriotisme dan lain-lain yang termasuk ikatan ashobiyyah.
Rasulullah Saw bersabda:
“Bukan termasuk golongan kami yang menyeru kepada ashabiyyah (kelompok suku/ bangsa), berjuang untuk ashabiyyah dan mati di atas ashabiyyah.” [HR. Abu Dawud].
Sebaliknya Islam menuntut agar kita membangun ukhuwah di atas ikatan yang kokoh. Ikatan yang kokoh adalah ikatan yang dibangun di atas aqidah Islam dan diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan Syariat Islam.
Menyamakan Visi Dan Misi Gerakan Islam
Keberadaan gerakan dan kelompok Islam semata-mata untuk memenuhi perintah Allah SWT sebagaimana dalam QS Ali Imron 104. Jika demikian maka visi, misi dan aktivitas gerakan Islam juga seharusnya semata-mata menjalankan visi dan misi Syariat Islam.
Dengan ungkapan singkat visi yang dituntut pada gerakan Islam sesuai dengan Qs. Ali-Imrân [3]: 104 adalah terwujudnya kehidupan Islam dengan tegaknya Syariat Islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Dan untuk mewujudkan visi tersebut maka gerakan Islam haruslah memiliki misi:
* Menjadikan Islam sebagai tolok ukur dalam pemikiran, perasaan dan perbuatan baik individu, masyarakat maupun negara.
* Menjadikan Islam sebagai persoalan hidup dan matinya umat.
* Menjadikan Islam sebagai opini dan solusi bagi setiap persoalan, situasi dan kondisi.
Adapaun kegiatan yang harus dilakukan oleh gerakan Islam adalah:
* Membentuk kelompok ideologis (Hizb Mabda’iy)
* Membentuk dan membina kader (tatsqif murokaz)
* Membentuk dan membina basis massa dan opini
* Melakukan pergolakan pemikiran (as-shira’ al-fikriy)
* Melakukan perjuangan politik (al-kifâh as siyasiy)
* Menjalin hubungan dengan ahlul quwwah untuk tegaknya syariah dan khilafah (thalab nushrah)
Membangun Komunikasi Sinergis Antar Kelompok dan Gerakan Islam
Membangun gerakan Islam merupakan pengamalan dari perintah Allah dalam al-Qur’an surah Ali-Imrân [3] ayat 104 yang meminta agar di antara umat Islam hendaknya ada satu kelompok yang bekerja untuk menyerukan Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Tapi, ayat ini tidak berarti melarang ada lebih dari satu kelompok. Dengan kata lain, boleh saja di tengah-tengah umat terdapat banyak kelompok atau gerakan dakwah Islam. Yang jadi soal tentu saja adalah bagaimana gerakan-gerakan itu menyikapi keragaman yang ada.
Dengan demikian banyaknya gerakan Islam harus disikapi secara positif selama masing-masing gerakan berada dalam koridor Islam dan saling menjaga ukhuwah Islamiyah, tidak saling ‘menistakan’ satu sama lain. Banyaknya gerakan Islam bukan pelanggaran syara’ dan dapat dianggap sebagai keragaman bentuk partisipasi umat dalam upaya untuk memajukan Islam.
Bahwa realitas gerakan-gerakan itu begitu beragam baik dari segi pemikiran maupun orientasi geraknya merupakan konsekuensi dari kondisi Islam dan umatnya saat ini. Setelah tidak ada kehidupan Islam, ibarat buku, Islam adalah buku terbuka yang siapa saja bisa membaca, memahami, dan menginterpretasikannya. Dalam kondisi seperti ini, tidak ada satu pun pihak yang merasa otoritatif bisa memegang kendali interpretasi terhadap Islam dan bagaimana memperjuangkannya. Oleh karena itu, banyaknya gerakan Islam merupakan konsekuensi dari keterbukaan itu dan secara positif bisa dilihat sebagai cermin dari semangat umat untuk dengan berbagai cara berperan serta dalam upaya memajukan Islam.
Tapi, tentu tidak hanya berhenti di sini. Semestinya, masing-masing kelompok atau gerakan itu harus terus melakukan pengkajian: Apakah pemikiran yang diemban dan dikembangkannya itu benar-benar haq, sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah, serta geraknya telah sesuai dengan tuntutan syariah dan teladan Nabi saw.? Apakah secara rasional perjuangannya memang bisa diharapkan mampu menyelesaikan secara tuntas segenap problem umat dan menegakkan kembali kehidupan Islam yang di dalamnya diterapkan syariah dan umat bersatu karenanya.
Dengan kata lain, jangan sampai maksud kita ingin memajukan Islam, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Alih-alih menegakkan Islam, yang terjadi justru melanggengkan sistem yang tidak islami dan menempatkan Islam selalu berada di bawahnya.
Jadi, penilaian ulang terhadap seluruh perangkat gerakan dan orientasi geraknya mutlak dilakukan agar apa yang kita dilakukan memang benar-benar dapat memajukan Islam secara nyata.
Menentukan apa yang harus diperjuangkan oleh gerakan Islam sangat terkait dengan dua hal penting: Bagaimana kita memahami kondisi faktual umat Islam saat ini dan kondisi ideal seperti apa yang kita cita-citakan.
Secara faktual, meski disebut dalam al-Quran sebagai sebaik-baik umat (khayru al-ummah) di antara sekian banyak kelompok masyarakat yang ada di dunia, dengan pengamatan sesaat, nyatalah bahwa umat Islam saat ini bukanlah umat yang terbaik. Umat Islam mengalami kemunduran luar biasa di segala lapangan kehidupan; baik di bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, politik, maupun sains dan teknologi. Yang tampak kini hanyalah sisa-sisa kejayaan Islam masa lalu.
Secara fisik, setelah runtuhnya Kekhilafahan Utsmani tahun 1924, wilayah Islam yang dulu terbentang sangat luas —mencakup seluruh jazirah Arab, Afrika bagian Utara, sebagian Eropa, Asia Tengah, Asia Timur, dan Asia Selatan— kini terpecah-pecah menjadi negara kecil-kecil. Secara intelektual, umat Islam menjadi sangat lemah dan karenanya bukan saja tidak mampu mengkanter sesat pikir Barat, tapi juga tidak mampu melakukan dialog intelektual secara seimbang. Impotensi intelektual ini jelas bermuara pada kemunduran total di bidang politik yang terjadi sejak runtuhnya Daulah Khilafah Utsmani.
Setelah runtuhnya payung Dunia Islam itu, bertubi-bertubi umat Islam didera berbagai persoalan. Di pentas dunia, kita menyaksikan saudara-saudara kita di Palestina masih harus terus hidup dalam penderitaan. Bukan hanya di Palestina, penderitaan juga dialami oleh umat Islam di berbagai belahan dunia lain seperti di Chechnya, Dagestan, Jammu Khasmir, Pattani Thailand, Moro Philipina, dan yang paling baru, penderitaan juga dialami oleh umat Islam di Afganistan dan Irak. Dengan dalih memerangi terorisme dan menghancurkan senjata pemusnah massal, AS dan sekutunya menggempur habis kedua negara itu dan kemudian mendudukinya hingga sekarang.
Sementara itu, di dalam negeri, kondisi umat Islam Indonesia juga tidak kalah memprihatinkan. Akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, lebih dari 100 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, kriminalitas meningkat di mana-mana, pornografi dan korupsi makin merajalela; ditambah dengan kebijakan pemerintahan yang ada, yang membuat hidup terasa sangat menyesakkan. Bagian terbesar dari mereka yang saat ini tengah menderita tentu saja adalah juga umat Islam.
Berbagai krisis tersebut merupakan fasad (kerusakan) yang ditimbulkan oleh karena kemaksiatan dan dosa-dosa yang dilakukan manusia (bi sababi ma’âshi an-nâs wa dzunûbihim). Maksiat adalah setiap bentuk pelanggaran terhadap hukum Allah atau syariat Islam, yakni melakukan yang dilarang dan meninggalkan yang diwajibkan. Setiap bentuk kemaksiatan pasti menimbulkan dosa. Setiap dosa pasti menimbulkan kerusakan (fasad).
Apa saja kemaksiatan yang selama ini telah kita lakukan? Banyak. Kita semua tahu, hingga detik ini negara kita masih menggunakan sistem sekular dalam menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam sistem ini, syariat Islam tidak pernah secara sengaja digunakan. Islam hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Sebagai gantinya, di tengah-tengah sistem sekularistik itu lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama: tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik, serta sistem pendidikan yang materialistik.
Karena semua problem yang ada sesungguhnya berpangkal pada sistem yang lahir dari pandangan hidup yang salah, yaitu sekularisme, maka solusi fundamentalnya tentu tidak lain adalah dengan cara menghentikan sistem sekular itu dan menegakkan kembali seluruh tatanan berlandaskan pada syariat Islam.
Inilah yang secara syar‘i harus diperjuangkan oleh setiap gerakan Islam, yang secara historis juga dilakukan oleh Rasul, para sahabat, dan pejuang Islam sesudahnya. Semua itu terkait dengan kepentingan terbesar Islam sebagai sebuah ideologi (mabda’), yakni bagaimana mengubah masyarakat dari kondisi yang ada sekarang menuju tatanan masyarakat islami. Oleh karena itu, menjadi sangat jelas bahwa realitas sosial di setiap kurun dalam kacamata Islam bukan hanya untuk dipahami, tapi juga diubah dan dikendalikan. Ini berakar pada misi ideologisnya, yakni cita-cita untuk menegakkan amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat dalam kerangka mewujudkan nilai-nilai tauhidullah (mengesakan Allah).
Dalam rangka mencari titik temu antar gerakan Islam, penting disadari bahwa setiap gerakan Islam apa pun yang akan menegakkan kehidupan yang Islami pasti akan berhadapan dengan tiga pertanyaan pokok. Pertama, bagaimana gerakan itu melakukan penilaian terhadap masyarakat yang ada sekarang (melihat fakta masyarakat saat ini). Kedua, gambaran tentang tatanan masyarakat ideal seperti apa yang dicita-citakan (masyarakat seperti apa yang akan dituju). Ketiga, bagaimana perubahan masyarakat yang ada sekarang menuju masyarakat yang dicita-dicitakannya itu akan dilakukan (metode perubahan seperti apa yang akan dilakukan gerakan Islam).
Dengan demikian, semestinya paling sedikit ada tiga hal yang bisa menjadi titik kesamaan di antara gerakan-gerakan Islam: Pertama, kondisi umat Islam sekarang memang dalam keadaan terpecah-belah dan terpuruk di segala bidang. Singkatnya, mereka jauh dari apa yang dikatakan sebagai khayru ummah. Kedua, dengan demikian harus dilakukan upaya sungguh-sungguh untuk membangun umat yang bersatu dan unggul sehingga predikat khayru ummah benar-benar dapat diwujudkan kembali secara nyata. Ketiga, predikat khayru ummah tidaklah mungkin diujudkan kecuali umat hidup di dalam masyarakat yang islami, yang di dalamnya diterapkan syariat Islam dan dipimimpin oleh seorang imam.
Bahwa di antara gerakan-gerakan Islam terjadi perbedaan pendapat dalam memahami persoalan detail tentang syariat (termasuk konsep imamah). Ini adalah konsekuensi dari pengambilan khasanah referensi Islam yang dalam persoalan detail memang sangat dimungkinkan, dan ini tentu bukan persoalan. Yang penting, semua gerakan sama-sama menjadikan Syariat Islam sebagai rujukan dan juga sama-sama memahami pentingnya kepemimpinan bagi seluruh umat. Ibarat duduk, kita sudah berada di lantai yang sama. Insya Allah, segala perselisihan akan tidak sulit untuk diselesaikan.
Setiap individu muslim, kelompok dan gerakan-gerakan Islam lain adalah bagian dari umat, yang juga wajib diajak serta dalam perjuangan penegakan syariat Islam dan Khilafah. Dalam mengambil pendapat sangat bijaksana sebagaimana kata-kata Imam Syafi’i, yakni “Ra’yunâ shawâb yahtamilu al-khathâ’ wa ra’yu ghayrina khathâ’ yahtamilu ash-shawâb.” (Pendapat kami benar tetapi ada kemungkinan salah dan pendapat selain kami salah tetapi ada kemungkinan benar). Dengan pandangan semacam ini akan selalu terbuka pintu dialog.
Jadi, tidaklah tepat bila ada pihak yang mengatakan kafir atau sesat kelompok selainnya hanya karena berbeda pendapat dalam masalah detail dan memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat. Setiap kelompok yang menjadikan Islam sebagai aqidahnya dan Syariat Islam sebagai tolok ukur perbuatannya tentu merekalah yang paling layak menganggap dirinya orang beriman dan muslim.
Dengan menjadikan pegangan aqidah dan syariat Islam, antar gerakan Islam bukan tidak mungkin bekerjasama, tetapi bahkan wajib bekerjasama. Karena mereka sama-sama mememenuhi seruan Islam. Allah SWT menyeru kita untuk saling menolong dalam melakukan kebaikan dan takwa dan melarang saling menolong dalam berbuat dosa dan tercela. Yang paling minim adalah dalam bentuk husnu jiwâr(bertetangga baik). Maksudnya, kerjasama itu dilakukan dengan menjaga agar hubungan antargerakan tetap berlangsung baik. Untuk itu diperlukan komunikasi, khususnya di antara para pemimpinnya. Dengan komunikasi, saling pengertian dan kesepemahaman akan mudah diciptakan. Ini merupakan bekal penting untuk meningkatkan kerjasama yang lebih luas lagi.
Sementara itu kerjasama praktis lebih jauh dapat dilakukan misalnya, dalam merespon persoalan-persoalan umat yang nyata. Ini pernah dipraktikan, misalnya, ketika terjadi penyerbuan pasukan penjajah Amerika Serikat ke Irak dan Afghanistan, sikap yang sama dalam merespon agresi Israel ke Palestina, kerjasama dalam recovery Aceh agar tidak keluar dari koridor Syariat Islam, pensikapan yang sama dalam kasus Ambalat dan lain-lain.
Mewujudkan Ukhuwah, Menegakkan Syariah Dan Khilafah
Landasan ukhuwah sangat jelas. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah bersaudara.” (Qs. al-Hujurât [49] : 10).
Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat Ali-Imrân [3] ayat 103:
“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kalian dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nimat Allah orang-orang yang bersaudara.”
Imam Ibnu Katsir (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, juz 1, hal. 477) menyatakan bahwa tali Allah (hablullah) adalah al-Qur’an yang diturunkan dari langit ke bumi. Siapapun yang berpegang teguh kepada al-Qur’an berarti ia berpegang kepada jalan lurus. Sementara itu, ayat tersebut merupakan perintah Allah SWT kepada mereka untuk berpegang pada al-jamâh dan melarang mereka dari tafarruq(bercerai-berai)
Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa’i meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Muslim itu saudara seorang muslim, dia tidak menzhaliminya dan tidak menyerahkannya kepada musuh. Siapa saja yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya; dan siapa saja yang membebaskan seorang muslim dari kesulitan, Allah SWT akan membebaskannya dari suatu kesulitan di hari kiamat; dan siapa saja yang menutupi aib sesama muslim niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.”
Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT meridhai kalian tiga perkara dan memurkai kalian tiga perkara. Allah meridhai kalian jika kalian (1) menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun; (2) berpegang pada tali Allah dan tidak bercerai-berai; (3) sering menasihati orang yang diserahi Allah kekuasaan/wewenang untuk urusan pemerintahan kalian….” [HR. Muslim].
Juga sabdanya:
“Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti bangunan yang saling memperkuat.” [HR. Bukhari dan Muslim].
Mewujudkan ukhuwah Islamiyah adalah suatu kewajiban, bercerai berai diharamkan. Allah pun menyeru untuk tolong menolong dalam kebaikan dan takwa dan tidak tolong-menolong dalam berbuat dosa dan tercela. Lalu bentuk aktivitas apa yang paling layak umat Islam saling menolong?
Kemulian umat Islam ada pada Islam (yakni diterapkannya Syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari). Dengan tegaknya Islam umat Islam akan mulia, nyawa manusia akan terjaga, demikian pula akan terjaga aqidah, harta, akal, keturunan, kewibawaan dan negara. Sementara itu Syariat Islam hanya akan tegak dengan tegaknya Daulah Islam. Maka tolong menolong dalam menegakkaan Daulah Khilafah sehingga Syariat Islam dapat ditegakkan adalah bentuk tolong-menolong yang paling agung.
Khatimah
Begitu beratnya persoalan yang dialami umat Islam sehingga kerjasama antar gerakan Islam sangat penting. Makin besar persoalan yang dihadapi makin besar pula energi yang diperlukan untuk melakukan recovery. Upaya mengembalikan kemuliaan Islam tidak akan dilakukan kecuali oleh umat Islam sendiri. Oleh karena itu di samping gerakan Islam harus memiliki visi dan misi gerakannya dalam rangka mewujudkan kehidupan Islam tegaknya Syariat Islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah.
Kita yakin dengan janji Allah SWT sebagaimana firman-Nya:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa,akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan akan menukar keadaan mereka —sesudah mereka berada dalam ketakutan— dengan rasa aman.” (Qs. an-Nûr [24]: 55).